oleh

Tanah Dirampas, Negara Diam: PT. SIM Diduga Serobot Lahan Masyarakat Negeri Eti

AMBON, BABETO.ID – Empat tahun perusahaan PT. Spice Island Maluku (PT. SIM) bercokol di Kabupaten Seram Bagian Barat, namun tak satu pun kejelasan hukum terkait lahan yang mereka garap. Yang ada justru derita, keresahan, dan ketakutan warga di tiga dusun: Pelita Jaya, Resettlement, dan Pulau Osi, Negeri Eti.

Tanpa izin yang transparan, tanpa persetujuan masyarakat adat, PT. SIM datang seperti perampok berbaju korporasi. Mereka masuk, mengklaim, dan mengeruk—sementara tanah-tanah warga perlahan direbut, ruang hidup mereka dikikis habis.

Sunyi. Diam. Seolah bisu. Pemerintah daerah tidak bergerak. Aparat hukum menutup mata. Empat tahun masyarakat berteriak, tapi suara mereka seolah tak pernah cukup keras untuk menembus tembok tebal yang melindungi kepentingan modal.

DPD IMM Maluku, melalui Arwan Hitimala, menyebut kasus ini sebagai bentuk penjajahan gaya baru yang difasilitasi oleh sistem yang cacat.

“PT. SIM datang tanpa kejelasan, tanpa persetujuan rakyat, dan yang lebih parah, tanpa takut sedikit pun karena mereka tahu negara tidak berdiri bersama warganya. Ini bukan lagi konflik agraria. Ini pengkhianatan terang-terangan terhadap rakyat,” tegas Arwan.

IMM Maluku menilai keberadaan PT. SIM adalah bentuk kolonialisme modern yang dibungkus jargon ‘investasi’. Sementara masyarakat lokal hanya bisa menatap tanahnya digusur, hutannya dibabat, dan lautnya tercemar.

“Jika negara absen, maka rakyat harus bergerak. Jika hukum tumpul ke atas, maka suara dari bawah harus mengguncang,” lanjut Arwan.

DPD IMM Maluku menegaskan sikap: mereka akan berdiri paling depan mengawal, melawan, dan menyuarakan perampasan ruang hidup rakyat. IMM menyerukan kepada semua elemen gerakan sipil untuk tidak diam.

“Hari ini tiga dusun diserobot. Jika kita diam, besok seluruh Maluku bisa digadaikan. Kita tidak boleh menunggu korban jiwa jatuh untuk bergerak,” tandasnya.

“Kejadian ini bukan hanya ujian untuk Negeri Eti, tapi juga untuk akal sehat kita sebagai bangsa. Jika korporasi bisa seenaknya merampas tanpa hukum digerakkan, maka apa bedanya Indonesia hari ini dengan zaman kolonial?,” pungkasnya.***

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *