BURU, BABETO.ID – Pemilihan Suara Ulang (PSU) dan Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU) akan digugat kembali oleh pasangan calon nomor 4 Amus Besan – Hamzah Buton (Amanah). Advokat, Abdul Majid Latuconsina, mengatakan kalau putusan Mahkama Konstitusi (MK) telah memiliki kekuatan hukum tetap atau Inkrahct van Gewijsde.
“Jika gugatan tetap diajukan oleh paslon no 4 (Amanah) ke MK, maka MK wajib menerima gugatannya karna MK tidak berhak menolak gugatan tersebut,” kata Majid, via watsapp, pada Senin (7/4).
Ia mengatakan kalau didasarkan pada prinsip pengadilan bahwa Pengadilan manapun termasuk MK tidak berhak menolak gugatan dari para pencari keadilan, akan tetapi gugatan tersebut hampir ditolak oleh MK dengan alasan putusan MK sebelumnya.
Bahwa MK dalam Putusannya Nomor 174/PHPU.BPU-XXIII/2025 secara tegas telah memerintahkan KPU RI, KPUD Maluku dan KPU Kabupaten Buru, Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Buru, serta Kepolisian RI, Polda Maluku dan Polres Buru sebagai pelaksana Putusan dimaksud.
“Terhadap perintah tersebut lembaga negara sebagaimana disebutkan telah malaksanakan putusan secara konsisten dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yg berlaku dan hasil sebagai telah ditetapkan dalam rapat pleno penatapan,” ujarnya.
Ia mengatakan patut diingat bahwa MK secara tegas juga meminta kepada KPU Kaburu Buru melalui putusan (vide amar putusan angka III), secara khusus MK menunjuk KPU untuk melaksanakan putusan dan menetapkan hasil perolehan suara paling lambat 45 hari sejak pengucapan putusan, tanpa perlu melaporkan kepada Mahkama.
“Secara politis putusan tersebut terkesan ambigu atau kurang tegas kerana tidak disertai dgn larangan bagi pihak lain agar tidak mengajukan gugatan setelah pelaksanaan putusan, akan tetapi secara hukum amar putusan tersebut senyatanya sangatlah terang,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa MK dalam kedudukannya sebagai lembaga peradilan tidak mungkin membatasi atau menolak gugatan (Pasal 10 UU Kehakimaman dan sesua prinsip/azas Ius Curia Novit/Curia novit just)
“Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa hakim dianggap mengetahui,” ujarnya.
Ia menambahkan kalau segalah hal tentang hukum, patut pula dipahami bahwa jika terdapat poin dalam amar putusan yang melarang para pihak utk mengajukan gugatan, maka hampir pasti putusan tersebut akan kalah jika diuji dengan UUD 1945, oleh karena MK tidak meletakan larangan tersebut sebagai poin dalam amar putusannya.
“Putusan telah dilaksanakan oleh lembaga sebagaimana disebutkan, maka hasil apapun yang diperoleh dari pelaksanaan putusan tersebut merupakan satu kesatuan dengan putusan sebelumnya yang bersifat mengikat dan final,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa segala upaya hukum berupa bantahan ke MK telah tertutup dengan kata lain apabila adanya upaya hukum (gugatan ke MK) tidak dapat merubah apapun.
“Jika terdapat kesalahan penafsiran dengan mengasumsikan bahwa gugatan dapat teruskan, maka menurut pendapat kami upaya tersebut akan sia-sia karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa jika gugatan tetap diajukan, maka MK sebagai lembaga peradilan yang secara khusus bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara-permara kepemiluan akan menerima gugatan.
“Akan tetapi menurut pengalaman kami berdasarkan hukum acara yang selama ini dipegang oleh MK sebagai lembaga yang berhak mengadili perkara kepemiluan akan menyatakan menggugurkan gugatan karena dinilai cacat hukum,” ujarnya
Ia mengatakan ahwa oleh karena KPU RI beserta jajarannya, in cassu Bawaslu RI beserta jajaran juga telah melaksanakan putusannya, sehingga apapun hasil yg diperoleh dari proses tersebut harus dipandang sebagai satu kesatuan dengan putusan sebelumnya, sehingga gugatan penggugat akan dinilai tidak berdasar.
Bahwa seandainya MK menerima Gugatan Penggugat, maka terlebih dahulu MK harus membatalkan putusan nomor 174/PHPU-BPU.XXIII/2025 yang telah Inkrahct van Gewijsde.***