AMBON, BABETO.ID – Dalam pemberitaan media rri.co.id pada Rabu 30 April 2025, Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos, memastikan bahwa delapan jabatan Kepala Dinas (Kadis) yang saat ini masih kosong akan diisi melalui mekanisme seleksi terbuka atau lelang jabatan.
Langkah tersebut diambil menurutnya sebagai bagian dari komitmen untuk menciptakan birokrasi yang profesional, transparan dan akuntabel, sekaligus memastikan roda pemerintahan berjalan efektif.
Namun dirinya tidak sadar bahwa sistem yang dia bangun itu akan mengiring dia kepada tindakan yang akan mempermalukan dan menghina manusia.
Memang sistem Meritolrasi ini dilainsisi ada yang menganggap ini untuk menempatkan orang-orang yang memiliki keahlian ditempatnya, tapi dia lupa bahwa politik dan demokrasi tidak dibangun atas dasar itu.
Politik itu siapa yang memdukung anda hinga terpilih menjadi Gubernur Maluku Utara dan demokrasi itu bukan atas dasar prinsip prestasi, tapi one person one vote.
Apabila kita mengukur seseorang atas dasar prestasi, sementara semua manusia ini memiliki prestasi dalam dirinya yang berbeda-beda.
Kalaupun ketika dia mengumumkan seorang kepala dinas dengan alasan Meritikrasi maka dia sedang mengumumkan ketidak mampuan yang lain karna kalah dari orang yang terpilih menjadi kepala dinas tadi.
Dari situ dia sedang menghina yang lain karna telah diketahui oleh publik kepala dinas tersebut dipilih berdasarkan kemapuan yang dibungkus dengan kata Meritokrasi tadi.
Dilain sisi, Sherly tidak percaya diri dengan kemampuan dirinya sendiri, sehinga dia masih membutuhkan orang-orang yang mampu dibidangnya.
Harusnya visi misi saat mencalonkan diri sebagai gubernur itu menjadi dasar untuk bekerja, bukan lagi membangun simpati publik dengan Meritokrasi.
Ini saatnya bekerja membuktikan diri bahwa ibu Sherly itu lebih baik dari gubernur sebelumnya bukan lagi mencitrakan diri orang baik yang profesional, karna rakyat akan menilai ketika lima tahun berakhir nanti.
Lebih bahaya lagi kalau Meritokrasi yang dibangun Sherly masuk ke dunia pendidikan, terus orang-orang yang berkuliah di universitas-universitas ternama menjadi dasar keungulan prestasi.
Sementar untuk berkuliah di kampus-kampus ternama itu harus memiliki ongkos yang besar dan itu kebanyakan dinikmati anak-anak pejabat, anak orang kaya dan jalur-jalur khusus. Sedangkan anak orang kiskin tidak bisa berbuat apa-apa.
Nah sistim Meritokrasi ini baikanya dihentikan, karna itu merusak demokrasi dan politik, sebagaimana digambarkan oleh Michael Sandel dalam bukunya, The Tyranny of Merit.
Percayalah pada kemampuan mempin dari diri sendiri, karna seorang presiden, gubernur, bupati, walikota maupun ketua umum itu akan melaksanakan dan menjalankan pemerintahan yang dibangun dari kepalanya.
Dan mereka menteri, kepala dinas, dan ketua-ketua bidang itu hanya menjalankan apa yang sudah ada dalam kepala pemimpinya itu, seperti kata Presiden Prabowo Subianto, menteri tidal punya visi misi.
Yang punya visi misi itu hanya presiden, jadi baikanya siapa yang diangkan itu dialah yang menjalankan itu visi misi tersebut dan saya yakin orang yang ada dalam pemerintahan di Maluku Utara semua apabila ditugaskan pasti dapat menjalankan visi misi Gubernur Sherly Laos, meskipun tanpa Meritokrasi.***
Komentar