MALUKU, BABETO.ID – Suara dari Timur kembali menggema. Bukan sekadar seruan biasa, tapi sebuah panggilan untuk keadilan, kesetaraan, dan pengakuan terhadap Maluku dan Maluku Utara sebagai jantung maritim Nusantara.
Seruan itu datang dari Hendrik Jauhari Oratmangun, seorang anak Maluku yang menuangkan kegelisahan dan harapannya lewat surat terbuka di media sosial.
Surat itu cepat menyebar, menyentuh hati banyak orang, termasuk Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa.
Di ruang kerjanya, Kamis (3/7/2025), Lewerissa membaca surat itu dengan seksama. Sebagai pemimpin yang lahir dan besar di tanah kepulauan ini, ia paham betul getir yang dirasakan masyarakatnya.
Dalam pernyataan resminya, Lewerissa tak ragu menyebut surat tersebut lahir dari “kegelisahan yang tulus serta mimpi besar akan keadilan pembangunan yang lebih merata bagi kawasan timur Indonesia.”
Baginya, Maluku dan Maluku Utara tak seharusnya hanya jadi catatan kaki dalam narasi Indonesia sebagai negara kepulauan. “Kita ini jantung maritim Nusantara,” tegasnya, dilansir Babeto.Id dari Media Center Provinsi Maluku.
Namun, kenyataan hari ini masih jauh dari yang dicita-citakan para pendiri bangsa.
Infrastruktur yang timpang, akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas, hingga suara politik yang sering terpinggirkan menjadi kenyataan pahit yang harus dihadapi Maluku.
Dalam surat terbuka itu, Oratmangun menyinggung perlunya reformasi sistem politik nasional.
Bukan sekadar retorika, ia mengusulkan sistem voting berbasis blok wilayah, serupa Electoral College di Amerika Serikat, agar provinsi-provinsi kecil tak lagi terpinggirkan dalam panggung nasional.
Lewerissa merespons gagasan ini dengan terbuka. Ia menilai ide tersebut “strategis dan layak didalami secara serius.”
Bahkan, ia bertekad menginisiasi forum bersama Maluku Utara dan provinsi kecil lain, menggandeng akademisi, praktisi politik, dan tokoh masyarakat untuk menyusun langkah bersama.
Lebih dari itu, Lewerissa menghidupkan kembali harapan lama: menjadikan Maluku Raya sebagai Poros Maritim Indonesia.
Lewat program Sapta Cita Lawamena, pemerintah provinsi telah mulai menata langkah, dari pengembangan pelabuhan laut dan logistik maritim, hingga rencana mendirikan pusat pendidikan vokasi kelautan unggulan.
Semua diarahkan agar Maluku tidak lagi jadi penonton, tapi pemain utama dalam pembangunan maritim nasional.
Namun, perjuangan Maluku bukan hanya soal infrastruktur dan ekonomi. Di level kebijakan, pengesahan RUU Daerah Kepulauan menjadi agenda penting yang terus diperjuangkan.
“RUU ini akan jadi fondasi hukum untuk membangun wilayah kepulauan secara adil dan terstruktur, memperkuat kelembagaan, fiskal, dan pembangunan kita,” ujar Lewerissa penuh keyakinan.
Di balik semua itu, ada pesan yang tak henti diulangnya: “Par Maluku Pung Bae. Waktu Maluku bersatu dan bergerak, Indonesia tak punya alasan untuk diam.”
Seruan itu kini tak lagi sekadar gaung di ruang rapat atau barisan paragraf dalam surat terbuka. Seruan itu telah menjadi nyala api semangat, menyatukan harapan dan langkah anak-anak Maluku untuk masa depan yang lebih adil dan sejahtera. ***