SBB, BABETO.ID – Polemik PT Spice Islands Maluku (SIM) di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) kembali memanas. Menjelang pertemuan penting antara Gubernur Maluku dan Bupati SBB, pernyataan klarifikasi dari seorang politisi Partai Amanat Nasional (PAN) menuai kritik pedas.
Praktisi media sosial sekaligus Magister Universitas Pattimura, Mario Kakisina, menilai klarifikasi tersebut tidak menyentuh akar persoalan yang telah berlarut sejak 2018. Ia bahkan mempertanyakan posisi politisi tersebut, apakah mewakili rakyat atau justru menjadi corong pemerintah daerah.
“Pernyataannya lebih condong pada pembelaan terhadap pemerintah daerah, bukan menjawab persoalan substantif yang dihadapi masyarakat dan investor,” ujar Mario di Piru, Rabu (13/8).
Dalam klarifikasinya, politisi PAN membantah bahwa Bupati SBB telah mencabut izin operasional PT SIM. Ia menegaskan, perusahaan masih memiliki izin yang sah, meski diminta menghentikan sementara aktivitas di lahan yang masih berstatus sengketa.
Namun, menurut Mario, penghentian yang disebut “sementara” itu tetap berdampak signifikan terhadap produktivitas dan kepastian usaha. “Bagi investor, ini jelas menimbulkan keraguan. Klaim bahwa perusahaan masih berjalan normal tidak sejalan dengan realitas di lapangan,” tegasnya.
Mario juga menyoroti bahwa klarifikasi tersebut sama sekali tidak membahas dampak penghentian aktivitas terhadap iklim investasi. Padahal, insiden pembakaran dua eksavator milik PT SIM yang hingga kini belum terungkap pelakunya, ditambah penghentian sebagian kegiatan, telah mencoreng citra keamanan dan stabilitas usaha di SBB.
Lebih jauh, ia menilai ironis ketika politisi PAN itu mempertanyakan uji tuntas yang dilakukan PT SIM sebelum bermitra dengan masyarakat, tetapi mengabaikan peran pemerintah daerah dalam pengawasan dan penyelesaian sengketa. “Masalah ini diakui sebagai warisan dari kepemimpinan sebelumnya. Justru karena itu, pemerintah sekarang punya tanggung jawab moral dan politik untuk menuntaskannya, bukan sekadar melempar opini,” katanya.
Waktu penyampaian klarifikasi yang berdekatan dengan agenda pertemuan Gubernur dan Bupati, menurut Mario, juga memunculkan kesan ada motif politik. Nada pernyataan dinilainya lebih diarahkan untuk menjaga citra kepala daerah ketimbang memberikan gambaran utuh mengenai kondisi PT SIM, nasib pekerja, dan masyarakat terdampak.
Mario menegaskan, publik membutuhkan informasi transparan terkait status sengketa lahan, rencana penyelesaian konflik, dan perkembangan penyelidikan kasus pembakaran alat berat. “Tanpa keterbukaan, klarifikasi semacam ini hanya akan dibaca sebagai upaya membentuk narasi, bukan menyelesaikan masalah,” pungkasnya. ***
Komentar