AMBON, BABETO.ID – Menyikapi tren pelanggaran kosmetik di peredaran yang akhir-akhir ini mengalami peningkatan, BPOM berkomitmen melakukan intensifikasi pengawasan rutin terhadap kosmetik yang beredar di pasaran. Berdasarkan pengawasan selama periode Januari—Maret (triwulan I) 2025.
Ada temuan 16 item kosmetik yang mengandung bahan – bahan berbahaya dan/atau dilarang. 10 item merupakan kosmetik yang diproduksi berdasarkan kontrak produksi, sedangkan 6 item lainnya merupakan kosmetik impor,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar melalui rilisnya yang diterima Babeto.Id, Selasa (22/4/2025).
Berdasarkan sampling dan pengujian yang dilakukan, diketahui 16 item temuan kosmetik tersebut mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang. Bahan berbahaya dan/atau dilarang yang ditemukan dalam temuan kosmetik yaitu merkuri, asam retinoat, hidrokuinon, timbal, dan pewarna merah K10. Daftar 16 temuan produk kosmetik mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang dapat dilihat pada Lampiran siaran pers ini.
“Kosmetik mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang tersebut dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen,” jelas Kepala BPOM.
BPOM mengatakan, bahaya kesehatan yang ditimbulkan dari kandungan bahan berbahaya dan/atau dilarang dalam kosmetik sangat bervariasi, mulai dari efek ringan hingga berat. Merkuri dapat mengakibatkan terjadinya perubahan warna kulit berupa bintik-bintik hitam (ochronosis), reaksi alergi, iritasi kulit, sakit kepala, diare, muntah-muntah, bahkan kerusakan ginjal. Asam retinoat dapat mengakibatkan kulit kering, rasa terbakar, dan perubahan bentuk atau fungsi organ janin bagi wanita hamil (bersifat teratogenik). Hidrokuinon mengakibatkan hiperpigmentasi, menimbulkan ochronosis, serta perubahan warna kornea dan kuku. Timbal pada kosmetik dapat merusak fungsi organ dan sistem tubuh. Sementara bahan pewarna yang dilarang (merah K10) dapat menyebabkan kanker (bersifat karsinogenik) dan dapat mengganggu fungsi hati.
Terhadap temuan di periode triwulan I 2025, Kepala BPOM menegaskan bahwa BPOM melalui 76 unit pelaksana teknis (UPT) di seluruh Indonesia telah melakukan penertiban ke fasilitas produksi dan peredaran, termasuk retail. BPOM juga telah melakukan tindakan tegas terhadap temuan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang tersebut.
Kepala BPOM menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu, dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana. Pelaku pelanggaran akan dikenakan ketentuan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah.
“BPOM telah mencabut izin edar serta melakukan penghentian sementara kegiatan (PSK) terhadap produk kosmetik yang terbukti mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya. PSK ini meliputi penghentian kegiatan produksi, peredaran, dan importasinya,” ujarnya.
BPOM berkomitmen untuk secara konsisten melakukan penelusuran terhadap kegiatan produksi dan peredaran kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang, khususnya kosmetik yang diproduksi oleh yang tidak berhak atau tidak memiliki kewenangan. “Apabila ditemukan adanya indikasi pidana, maka penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BPOM tegas akan melanjutkan ke tahap proses pro-justitia,” tegas Kepala BPOM lagi.
BPOM kembali mengimbau tegas kepada para pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, masyarakat sebagai konsumen akhir juga diimbau agar lebih waspada dalam memilih atau menggunakan produk kosmetik. Masyarakat diminta untuk tidak menggunakan produk-produk mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang sebagaimana yang tercantum dalam lampiran siaran pers ini ataupun yang telah diumumkan oleh BPOM sebelumnya.***