oleh

Pemilik Dian Pertiwi Diduga Melakukan Praktik Mafia Tanah di Kota Ambon

-Hukum-927 Dilihat

AMBON, BABETO.ID – Alfred Shanahan Theng, pengusaha ritel sekaligus pemilik Dian Pertiwi, diduga merupakan otak dibalik praktek mafia tanah di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, kota Ambon.

Masyarakat dan pelaku usaha di kawasan Jalan Jenderal Sudirman tersebut kini hidup dalam bayang-bayang intimidasi dan nama Alfred Shanahan Theng, disebut menjadi dalang.

Upaya pengosongan lahan yang merupakan Daerah Milik Jalan (Damija)  dan telah menjadi aset sah Pemerintah Provinsi Maluku sejak 1979 itu bermasalah.

Hasil penelusuran Koalisi Ambon Transparan (KAT) mengungkap, klaim kepemilikan tanah oleh Alfred Theng hanya bermodalkan sertifikat yang terbit tahun 1996.

Sementara bertahun-tahun setelah Pemprov Maluku lebih dulu membebaskan lahan dari almarhum Chame Soissa untuk kepentingan pembangunan jalan.

“Ganti kerugian sudah dilakukan pemerintah saat itu kepada mendiang Chame Soissa. Sertifikat yang keluar tahun 1996 itu jelas tidak menyentuh kawasan Damija,” kata Koordinator KAT, Taufik Rahman Saleh dalam konfrensi pers di Kawasan Jalan Jenderal Sudirman, pada Senin (22/9/2025).

Situasi semakin memanas ketika akhir 2024, Alfred melakukan tata batas dengan menancapkan patok beton, bahkan melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon.

Patok inilah yang dijadikan dasar untuk menekan warga dan pelaku usaha agar mengosongkan lahan. Melalui kuasa hukum Munir Kairoty, Alfred disebut sudah tiga kali melayangkan surat pengosongan lahan sejak Januari 2025.

Namun, warga dan pengusaha menilai langkah tersebut cacat prosedur dan bernuansa intimidasi.

“Kami temukan sejumlah pelaku usaha merasa resah. Mereka sudah mengantongi izin pemanfaatan lahan resmi dari Pemprov Maluku, tapi justru ditekan dengan cara-cara preman,” ujar Taufik.

Menurutnya, dugaan intimidasi itu bahkan melibatkan orang suruhan untuk melakukan eksekusi lapangan.

“Bagaimana roda ekonomi bisa jalan kalau pengusaha kecil diteror? Pemerintah harus turun tangan menyelamatkan aset dan melindungi rakyat,” tegasnya.

KAT menuding kuat adanya praktik mafia tanah yang merugikan negara sekaligus menghambat pertumbuhan ekonomi lokal. Mereka mendesak aparat penegak hukum, baik Polda Maluku maupun Kejati Maluku, segera mengusut tuntas riwayat kepemilikan tanah tersebut.

“Kami pelajari benar-benar history ini. Tidak masuk akal ada klaim Damija sampai batas pom bensin pertigaan. Ini luar biasa dan bisa jadi pintu masuk untuk kasus serupa di titik lain, termasuk di kawasan Kolonel Pieters,” terangnya

Ia menekankan, BPN Kota Ambon harus bertanggung jawab dan tidak bisa berlindung di balik prosedur administratif.

“Sekali lagi, kami mendesak APH bertindak, Pemprov jangan berskongkol, dan DPRD harus memperkuat fungsi pengawasan terhadap aset negara,” ungkapnya.

Dukungan kepada KAT datang dari Ombudsman RI Perwakilan Maluku. Asisten Ombudsman, Harun Wailissa, menegaskan, pemerintah harus bersikap tegas terhadap aset-aset negara yang terancam dikuasai pihak swasta.

“Pada prinsipnya hak pemerintah adalah hak pemerintah. Harus ada upaya untuk dikembalikan. Jika ada aset yang sudah lepas, perlu dilakukan pendataan dan proteksi,” tegas Harun.

Menurutnya, efek dari hilangnya aset negara akan berdampak langsung kepada masyarakat.

“Ombudsman mendorong pemerintah segera melakukan legalisasi atau minimal proteksi terhadap aset milik negara agar tidak terus digerogoti,” tutupnya.***

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *