JAKARTA, BABETO.ID – Generasi Muda Pembangunan Indonesia (GMPI) Wilayah Maluku melalui ketuanya Bansa Hadi Sella, mempertanyakan sejauh mana perjuangan dan kiprah nyata Nono Sampono selama tiga periode di DPD RI, terkait mendorong RUU daerah kepulauan dinilai sebagai pertanyaan kadaluarsa dan keliru.
Menurut staf ahli Nono Sampono, Paman Nurlette video program “30 Minutes with Senator Potensi Maritim Indonesia”, yang wawancarai Nono Sampono menegaskan pentingnya pengesahan RUU Daerah Kepulauan sebagai solusi atas ketimpangan pembangunan nasional, yang masih berbasis jumlah penduduk merupakan video 6 tahun lalu.
“Mempertanyakan sejauh mana kiprah pak Nono mendorong RUU kepulauan, itu pertanyaan kadaluarsa karena beliau dan rekan-rekan selalu upayakan RUU tersebut masuk prolegnas, sekarang tinggal menunggu kebijakan lanjut pemerintah pusat, hanya saja video tersebut di share kembali jadi dipikir daur ulang narasi”, kata Nurlette dalam keterangan tertulis kepada media ini, pada Senin (8/9).
Menurutnya, RUU tersebut dulunya di perjuangkan oleh lembaga DPR RI selama dua periode namun gagal, dan namanya RUU Provinsi kepulauan, tetapi setelah menjadi inisiasi DPD RI atas lobi senator Nono Sampono selaku pimpinan DPD RIĀ kala itu dengan fraksi PDIP melalui Ketua Umum Megawati Soekarno Putri, sehingga berubah menjadi RUU Daerah Kepulauan dan selalu masuk prolegnas prioritas selama 3 periode.
“Dulu RUU Provinsi kepulauan diperjuangkan DPR RI selama dua periode, tapi tidak berhasil dan setelah pak Nono lobi Ketum PDIP yang memiliki fraksi mayoritas di senayan maka menjadi inisiasi DPD RI, dan namanya diganti jadi RUU Daerah Kepulauan, karena tidak hanya menyangkut kepentingan 8 Provinsi saja, tapi juga daerah kabupaten/kota lain di Indonesia yang berciri khas kepulauan”, ujar Nurlette.
Seperti diketahui pembentukan semua RUU inisiatif DPR dan DPD, mulai tahapan perencanaan, penyusunan dan pembahasan adalah pintu masuknya di Baleg DPR RI. Sebagai informasi pada beberapa periode yang lalu Wakil Ketua Pansus mantan anggota DPR RI Edison Betaubun dan Sekertaris Pansus Mercy Chriesty Barends, tapi RUU daerah kepulauan tetap gagal karena ditolak oleh empat Kementerian dengan berbagai alasan.
“Pintu masuk RUU itu ada di Baleg DPR RI, dulu dua legislator Maluku pak Edison dan Ibu Mercy sebagai wakil ketua dan sekretaris Pansus, tapi RUU tersebut tetap di tolak 4 Kementerian. Namun, sekarang sudah kali ketiga, RUU Daerah Kepulauan masih diperjuangkan DPD RI untuk tetap masuk pada Prolegnas Prioritas”, pungkas Nurlette.
Nurlette menambahkan, sebagai tanggung jawab Konstitusional dan Moral senator Nono Sampono telah menjelaskan diberbagai forum diskusi, seminar, podcast dan berbagai media terkait perkembangan RUU daerah kepulauan. Menurut dia RUU tersebut setelah menjadi inisiasi DPD RI, Nono Sampono bersama para senator Maluku maupun daerah lain terus didorong masuk prolegnas prioritas.
Namun, Nurlette menjelaskan tahapan perjuangan DPD RI telah selesai sampai di prolegnas prioritas sesuai kewenangannya, dan sekarang RUU tersebut sudah ada di meja DPR RI, oleh sebab itu tinggal menunggu keberpihakan dan kemauan politik pemerintah pusat serta dorongan kuat dari DPR untuk disahkan.
“Pak Nono punya tanggung Konstitusional dan Moral sudah jelaskan perkembangan RUU tersebut diberbagai forum ilmiah, tinggal menunggu Political Will pemerintah pusat dan dukungan politik DPR saja. Saya fikir bung Bansa Hadi Sella sebagai staf Ahli fraksi PPP Maluku pasti paham tupoksi pemerintah pusat, DPR dan DPD terkait pengesahan sebuah RUU, tapi mungkin kurang informasi”, ucapnya.
Lebih lanjut Nurlette menjelaskan, perjuangan dan keputusan lembaga DPD RI bersifat prinsip kolektif kolegial, yang mengacu pada pengambilan keputusan melibatkan semua pimpinan dan alat perlengkapan, bukan perjuangan individu, sehingga tidak tepat dan keliru bila GMPI Wilayah Maluku pertanyakan kiprah Nono Sampono secara personal dalam perjuangkan RUU daerah kepulauan.
“Tanya kiprah pak Nono secara individual itu keliru, karena di DPD RI itu perjuangan bersifat kolektif kolegial, seharusnya GMPI tanyakan mengapa pemerintah pusat belum sahkan RUU daerah kepulauan, yang telah diperjuangkan oleh pak Nono bersama rekan-rekan atas nama DPD RI selama ini”, ungkapnya.
Dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia tugas, fungsi dan kewenangan organ-organ Negara baik di rumpun cabang kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif berbeda. Secara garis besar DPR dan DPD berperan hanya menyampaikan aspirasi masyarakat dan mengawasi kinerja pemerintah, tetapi tidak bisa melakukan pengambilan keputusan atau kebijakan layaknya lembaga eksekutif sebagai eksekutor program.
“Sehebat apapun perjuangan DPD dan DPR di senayan, tapi aspirasinya tergantung keputusan pemerintah, karena mereka bukan pengambilan kebijakan, jadi terkait RUU daerah kepulauan GMPI Maluku harusnya ajak elemen masyarakat fokus desak pemerintah pusat untuk sahkan, atau sampaikan kepada Gubernur Maluku dan para kepala daerah kepulauan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah bersama senator dan legislator lobi Presiden”, tegasnya.
Kendati demikian, menurut Nurlette peran dan kiprah nyata para senator dan legislator Maluku sejauh ini dalam perjuangkan RUU daerah kepulauan sebagai pintu bergaining distribusi fiscal kepada Maluku, dan Wilayah timur Indonesia telah sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya serta perjuangan mereka sudah dibuktikan sehingga perlu di apresiasi, meskipun hasilnya belum maksimal.
Nurlette mengajak semua elemen masyarakat Maluku dan daerah-daerah kepulauan, yang berkepentingan dengan RUU tersebut untuk mendesak Pemerintah, agar komitmen secara konsisten politik berpihak kepada Wilayah timur Indonesia dengan mengesahkan RUU daerah kepulauan sebagai jawaban atas disparitas antara Wilayah timur dan barat.
“Sekarang terpenting semua senator, legislator dan elemen masyarakat semua daerah kepulauan harus desak pemerintah sahkan RUU tersebut, sebagai pintu bergaining distribusi fiscal dan jawaban atas disparitas yang ada, bukan lagi tanyakan siapa sudah kiprah sejauh mana”, tutup Nurlette.***
Komentar